-->



Dugaan Korupsi! Proyek Penanaman Mangrove Rugikan Negara Miliaran Rupiah

Rabu, 31 Agustus 2022 / 15:23
Investigasi Lapangan : Awak media e-news.id, melakukan investigasi lapangan, terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat.

e-news.id 


Langkat - Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), menjadi prioritas utama Presiden Joko Widodo, pasca Covid-19 mengguncang perekonomian Indonesia. Berbagai macam program diluncurkan, guna mengurangi beban masyarakat yang terdampak pandemi sejak tahun 2020 lalu.

Salah satu program yang dilaksanakan ialah, kegiatan Padat Karya Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PKPRM). Dimana, tujuan utama dari kegiatan tersebut ialah, meningkatkan pendapatan serta perbaikan ekonomi masyarakat di sekitar areal tanam hutan mangrove.


Untuk melaksanakan program di atas, pemerintah menunjuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), yang berkolaborasi dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) di bawah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sebagai pelaksana kegiatan.

Titik lokasi penanaman mangrove di bawah kendali BRGM dan Kementrian LHK tersebut, tersebar di hampir seluruh wilayah pesisir atau hutan Indonesia yang dianggap kritis dan harus segera direstorasi atau diselamatkan keberlangsungannya.


Di Provinsi Sumatera Utara, penanaman dibagi dalam dua wilayah kerja. Pertama, BRGM bersama dengan BPDASHL Wampu Sei Ular, yang beralamat di Jalan Sisingamangaraja, Medan, menangani wilayah Deli Serdang, Medan dan Langkat.

Kedua, BRGM juga bekerja sama dengan BPDASHL Asahan Barumun, Kota Pematangsiantar, dalam membawahi kegiatan penanaman mangrove di daerah Padang Lawas Utara (Paluta) dan sekitarnya.


Dalam pelaksanaan kerjanya, proyek nasional itu dikerjakan secara swakelola. Dimana sebelumnya, BRGM dan BPDASHL, menyusun Rancangan Teknis Penanaman termasuk survei lokasi dan verifikasi Kelompok Tani Hutan (KTH), sebagai calon peserta PKPRM di Provinsi Sumatera Utara.

Jika terlaksana dengan benar, kegiatan ini tentunya akan membawa keuntungan sangat besar bagi masyarakat yang terdampak ekonominya pasca pandemi corona seperti saat ini. Dan juga, sekaligus sebagai perbaikan kondisi alam yang telah memprihatinkan keberadaannya.
Bersambung>>
[cut]
Lokasi Penanaman Mangrove : Lokasi penanaman mangrove di Kabupaten Langkat, yang diduga sarat perbuatan korupsi.



Namun apa jadinya, jika pengerjaan proyek yang sejatinya ditujukan sebagai sarana percepatan pemulihan ekonomi nasional yang digadang-gadang pemerintah Joko Widodo, malah terjadi dugaan penyimpangan dalam realisasinya.

Dugaan penyimpanan yang dimaksud ialah, adanya tindakan melanggar hukum atau perbuatan korupsi, berupa penggelembungan harga (Mark Up) hingga penyalahgunaan kewenangan dan jabatan dari oknum pelaksana kegiatan proyek tersebut.


Sudah barang tentu, perbuatan menyimpang itu akan merugikan keuangan negara dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang sudah remuk redam diguncang pandemi selama 2 tahun belakangan ini.

Ratusan miliar rupiah, digelontorkan pemerintah guna merehabilitasi hutan mangrove pada realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) Tahun Anggaran 2021 yang lalu. Dimana diperkirakan, puluhan miliar diantaranya mengucur deras ke wilayah Kabupaten Langkat.


Berdasarkan data yang diperoleh e-news.id, dari berbagai sumber di lapangan termasuk pihak pelaksana kegiatan. Wilayah Kabupaten Langkat, kebagian jatah 1.720 Hektare dari sekitar 15.000 Hektare lahan mangrove, yang akan di rehabilitasi oleh BRGM dan BPDASHL Wampu Sei Ular.

Dalam pengerjaannya, 1.720 Ha lahan mangrove tersebut, dipercayakan penanamannya melalui mekanisme Surat Perjanjian Kerja Sama (SPKS) antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BPDASHL Wampu Sei Ular dengan sepuluh Kelompok Tani Hutan (KTH) asal Kecamatan Pangkalan Susu, Langkat.


Masing-masing KTH, menerima suntikan dana miliaran rupiah dari BRGM, yang dibagi sebanyak 2 kali penyerahan atau termin, dengan sistem pembayaran via rekening kelompok dan perorangan berdasarkan progres kerja di lapangan, yang telah ditentukan sebelumnya.

Masih berdasarkan data yang telah dikonfirmasi kebenarannya dari narasumber e-news.id, muncul 3 nama KTH yang layak mendapat perhatian lebih tajam, dalam merealisasikan atau menjadi penerima manfaat atas anggaran APBN tersebut.
Bersambung>>
[cut]
Terlihat Kosong : Dari hasil investigasi di lapangan, terlihat lokasi lahan penanaman mangrove yang nyaris kosong alias tidak ditanam.


Ketiga KTH yang dimaksud ialah, Kelompok Tani Hutan "Tunas Baru", Kelompok Tani Hutan "Sepakat Berkarya" dan Kelompok Tani Hutan "Maju Pelawi". Ketiganya berasal dari dari satu desa yang sama, yaitu Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu, Langkat.

Masing-masing KTH menerima "jatah" rehabilitasi mangrove dari BRGM dan BPDASHL Wampu Sei Ular, sebanyak 200 Ha (Sepakat Berkarya), 200 Ha (Maju Pelawi) dan 195 Ha (Tunas Baru), yang jika ditotalkan menjadi seluas 595 Hektare.


Dari 595 Ha lahan mangrove yang harus direhabilitasi oleh ketiga KTH tersebut, BRGM bersama BPDASHL Wampu Sei Ular, menggelontorkan anggaran mencapai hampir 8 miliar rupiah, atau tepatnya Rp7.882.078.000,-.

Dari sana, e-news.id mencoba melakukan penelusuran ke lapangan, terkait dengan penggunaan anggaran yang begitu besar tersebut. Dasar pertanyaannya, apakah pekerjaan dilaksanakan sebagai mana mestinya, mengingat dilaksanakannya pekerjaan itu berkaitan dengan Pemulihan Ekonomi Nasional.


Berdasarkan informasi dari narasumber e-news.id di lapangan. Kuat dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan dan jabatan serta tindakan koruptif dari oknum pelaksana kegiatan, mulai dari penetuan lokasi atau titik penanaman, verifikasi data kelompok berikut anggotanya, hingga penggelembungan harga beberapa item dalam penanaman mangrove di Langkat.

Salah satu pegiat lingkungan hidup asal Kabupaten Langkat, M Rusli, ketika diwawancarai e-news.id terkait proyek tersebut, mengatakan, terdapat perbedaan harga bibit mangrove serta Ajir (Batang penahan bibit mangrove-red) yang tertera di Rangcangan Anggaran Biaya (RAB) proyek tersebut, dengan harga real di lapangan.


"Berdasarkan informasi yang kami terima, harga bibit mangrove sebesar 2.200 rupiah, sedangkan harga di lapangan sekitar 1.000 sampai dengan 1.200 rupiah. Kalau harga Ajir hanya 100 sampai 150 rupiah, tapi di anggarannya 300 rupiah, artinya ada dugaan penggelembungan harga di pelaksanaan kegiatan itu," ujar M. Rusli.
Bersambung>>
[cut]
Investigasi Lapangan : Awak media e-news.id, melakukan investigasi lapangan, terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat.


Di sisi lain, Zainal Abidin alias Ucok, warga Kecamatan Pangkalan Susu, Langkat, yang juga aktif menyuarakan isu terkait lingkungan hidup di Langkat, menuturkan, bukan hanya soal perbedaan harga pada pengerjaan proyek tersebut yang menyalah, melainkan titik penanaman juga keliru atau bahkan tidak berada di lokasi yang sebenarnya. 

"Kami sempat mencoba mencari informasi ke BPDASHL Wampu Sei Ular, di Medan, soal titik penanaman mangrove yang katanya di Desa Alur Cempedak. Tapi yang kami temui di lapangan, bukan 595 Hektare yang di tanam tapi hanya sekitar 10 Hektare saja, dan dari peta yang mereka keluakan, terlihat jelas itu di luar teritorial Desa Alur Cempedak, mengapa bisa begitu?," ungkapnya.


Perlu dipertanyakan juga, lanjut Ucok, dia tidak menemukan adanya plang pengerjaan proyek yang dimaksud ketika turun ke lokasi penanaman mangrove. Malah, plang tersebut ditemukan di lokasi lain tepatnya di Kelurahan Beras Basah, Pangkalan Susu, Langkat.

"Saya sudah turun ke lapangan, gak ada plang proyeknya di lokasi penanaman. Tapi kami temukan di lokasi Eko Wisata Mangrove di Kelurahan Beras Basah, kan jadi aneh kami melihatnya, seperti ada yang ingin ditutup-tutupi," tandanya.


Sementara itu, terkait data anggota kelompok KTH, e-news.id menerima informasi tambahan dari pegiat lingkungan lainnya, bernama Gusti warga, Langkat, bahwa tidak seluruh anggota KTH turut terlibat dalam aksi penanaman mangrove, melainkan diduga hanya turut bertandatangan dalam pertanggungjawaban kerja.

"Kami menduga, anggota kelompok KTH itu tidak tahu menahu soal pengerjaan proyek itu, mereka hanya dimintai identitasnya dan diberi uang  ratusan ribu rupiah saja" tutur Gusti.


Dari wawancara tatap muka terhadap ketiga narasumber lapangan serta investigasi langsung ke lokasi penanaman mangrove di Kabupaten Langkat, ditemukan adanya dugaan permainan dalam proyek tersebut, yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah serta terindikasi sebagai perbuatan melawan hukum. (RFS).


Catatan Redaksi : Berita di atas, masih dalam pendalaman awak media di lapangan dan masih memerlukan konfirmasi dari beberapa pihak terkait.
Komentar Anda

Terkini