-->


Meninggal saat Cuci Darah di RSUD Djoelham Binjai, Keluarga Tuntut Keadilan!

Senin, 23 Juni 2025 / 20:55
Tuntut Keadilan : Sudah 4 bulan lebih lamanya, pihak keluarga mencoba mencari tahu penyebab pasti meninggalnya Rantam Br. Ketaren, saat melakukan cuci darah di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai, namun tak kunjung mendapat jawaban, Senin (23/06/2025). (Foto : Istimewa) 



Binjai - Sudah 4 bulan lebih lamanya, pihak keluarga mencoba mencari tahu penyebab pasti meninggalnya Rantam Br. Ketaren, saat melakukan cuci darah di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai, namun tak kunjung mendapat jawaban, Senin (23/06/2025).

Rasa penasaran dan keadilan yang terkatung-katung itu, diungkapkan oleh anak dari almarhumah, atas nama Tiopan Tarigan S.H. Dia mempertanyakan, apa hal yang menyebabkan orangtuanya, berpulang ke pangkuan tuhan yang maha esa, saat menjalani hemodialisis di rumah sakit milik pemerintah Kota Binjai tersebut.


Berdasarkan wawancara langsung awak media e-news.id, pada Kamis 19 Juni 2025 di Medan, Tiopan Tarigan S.H, menuturkan secara rinci bagaimana awal kronologis peristiwa saat itu, hingga ibunya dinyatakan meninggal dunia oleh pihak Rumah Sakit Djoelham Binjai.

Awalnya, Alm Rantam Br. Ketaren  didiagnosis oleh dokter rumah sakit mengalami sakit gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis. Dari sana, ditentukanlah jadwal untuk proses cuci darah pada Instalasi Hemodialisa RSUD Dr RM. Djoelham Binjai.


"Ibu saya pasien rawat inap di rumah sakit, lalu dinyatakan mengalami gagal ginjal dan harus cuci darah, jadwal pertama sekitar tanggal Rabu 12 Februari dan selanjutnya pada Sabtu 15 Februari 2025," kata Tiopan Tarigan S.H. 

Pada awal proses hemodialisis, semua berjalan lancar tanpa ada kendala apapun hingga dengan selesai. Namun, berbeda dengan yang kedua, Tiopan merasa ada sesuatu yang berbeda bahkan mungkin salah dalam proses cuci darah di sana.


"Untuk yang kedua sekitar pukul 09.00 WIB, ibu tercinta saya itu akan diambil darahnya sebanyak 1000 cc selama 3-4 jam, itu dijelaskan oleh Neli Hanadayani sebagai kepala ruangan. Jadi sekira pukul 10 kurang, saya mendengar dan melihat langsung ada alarm yang berbunyi di mesin cuci darah, dan di layarnya itu ada peringatan yang tertulis "no water", ungkapnya. 

Karena tidak mengerti arti dari alarm pada mesin tersebut, Tiopan pun lanjut keluar dari rumah sakit untuk membeli kebutuhan selama di rumah sakit dan meninggalkan ibunya bersama dengan kakak kandungnya. Hingga akhirnya ia mendapat telepon untuk kembali ke rumah sakit dikarenakan ada sesuatu yang terjadi pada ibunya.


Setibanya di rumah sakit, Tiopan melihat petugas medis sedang memompa detak jantung ibunya dengan menekan pada bagian dada. Namun beberapa saat atau sekitar pukul 12.15 sang ibu dinyatakan meninggal dunia. 

"Waktu saya sampai di rumah sakit saya lihat mereka (petugas medis) sedang memompa dada ibu saya dan reflek saya teriak ke mereka, ini karena "no water" kan. Lalu si Neli Handayani bilang saat itu, "sudah biarkan saja, apapun yang kita lakukan akan tetap salah sama mereka, dan akhirnya ibu saya dinyatakan meninggal dunia," terang Tiopan.


Selang beberapa hari dari kejadian itu, Tiopan kembali ke RSUD Djoelham Binjai, untuk meminta keterangan kepada pihak rumah sakit, terkait kronologis dan penyebab pasti meninggalnya ibu yang sangat ia cintai, namun hingga saat ini tidak pernah mendapat jawaban.

Karena tidak ada jawaban atas segala pertanyaannya, pihak keluarga menduga adanya pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) atau bahkan dugaan malpraktek hingga menyebabkan pasien meninggal dunia.


Atas dugaan tersebut, Tiopan akhirnya menempuh jalur hukum. Dia membuat laporan ke Mapolda Sumut, terkait kelengkapan administrasi dari salah satu petugas medis yang bertugas pada saat itu, dan berharap aparat penegak hukum memeriksa terlapor agar peristiwa yang menimpa ibunya menjadi terang benderang.(RFS). 
Komentar Anda

Terkini