e-news.id
Roti Ndao - Dunia kehakiman tengah mendapat sorotan serius. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini ramai diinformasikan kelakuan para oknum hakim yang diduga menyimpang dari jalan kebenaran serta keadilan.
Bahkan, baru-baru ini Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) 'menelanjangi' institusi peradilan dengan mengungkap serta menangkap pelaku dari mega skandal jual-beli putusan di persidangan dengan barang bukti nyaris 1 triliun rupiah.
Baca Juga : Viral Video Temuan Uang Setoran Judol di Ruang Stafsus Menteri Budi Arie? Begini Tanggapan Kejagung
Berkaca dari sana, publik kembali dihidangkan tontonan sirkus dari oknum penegak hukum yang terbilang berani dan tak masuk akal sehat, dengan memberi vonis bebas terhadap pelaku kejahatan.
Mereka yang bergelar "Yang Mulia" di Pengadilan Negeri (PN) Rote Ndao, menampilkan atraksi dalam persidangan dengan memberi putusan bebas murni terhadap terdakwa pengerusakan hutan.
Berdasarkan informasi dari pihak Kejari Rote Ndao, Majelis Hakim di PN Rote Ndao memutus bebas seorang terdakwa atas nama Frengki yang dituntut Jaksa selama 4 tahun penjara dan denda sebesar 500 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan pada Kamis 14 November 2024 kemarin.
Bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Rote Ndao, terdakwa Frengki dianggap bersalah dan melanggar Pasal 12 huruf C UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah di rubah dengan UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Perpu Nomor 2 tahun 2022 tentang cipta Kerja.
Baca Juga : Viral soal 'Obral' Vonis Ringan 47 Terpidana Judi, Begini Tanggapan Intelektual Islam Binjai
Namun, atas dasar 'keyakinan' mereka, Majelis Hakim memberikan vonis bebas terhadap terdakwa yang tentu saja membuat pihak Jaksa menjadi kecewa dan pastinya akan menempuh langkah hukum selanjutnya yaitu Kasasi ke Mahkamah Agung.
Vonis bebas terhadap terdakwa Frengki itu menimbulkan pertanyaan besar publik, apa yang menjadi dasar atau mengapa sampai Majelis Hakim memberi putusan diluar nalar terhadap pengerusak hutan di sana?
Dimana, sejatinya putusan itu terkesan tidak menggambarkan serta mendukung program "Asta Cita" Presiden Prabowo, yang ingin memastikan bahwa keadilan dan kebenaran dalam penegakan hukum serta peradilan di Indonesia harus sesuai dengan semestinya. (RFS).