-->


Fakta Baru, e-news.id Temukan Manipulasi Data Pekerjaan pada Dugaan Korupsi Mangrove di Langkat!

Senin, 19 September 2022 / 13:42
Dugaan Korupsi Mangrove Langkat : Surat pernyataan dari 3 KTH asal Desa Alur Cempedak, yang terindikasi sebagai upaya manipulasi data, terkait dugaan korupsi penanaman mangrove di Langkat.

e-news.id 


Langkat - Selain dugaan korupsi berupa penggelembungan harga (Mark Up) beberapa item pekerjaan pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat, awak media kembali menemukan fakta baru di lapangan, Senin (19/9/2022).

Fakta yang dimaksud ialah, adanya indikasi perbuatan melawan hukum berupa manipulasi data, dengan tujuan untuk mengelabui laporan pertanggungjawaban kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Wampu Sei Ular.


Dugaan manipulasi data yang ditemukan awak media, terkait keterlibatan oknum kepala desa dan lurah dalam skandal mega korupsi, realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) Tahun 2021 pada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Diterima dari narasumber lapangan awak media e-news.id, terdapat 3 lembar surat yang tertulis di dalamnya, soal pernyataan telah dilakukan penanaman mangrove, di Desa Sei Meran dan Kelurahan Bukit Jengkol, Kecamatan Pangkalan Susu, dari tahun 2020 sampai dengan 2024.


Surat-surat itu berisikan pernyataan dari para Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) yang berasal dari Desa Alur Cempedak, dan telah ditandatangani oleh Kepala Desa Sei Meran Taufik Tarigan dan Lurah Bukit Jengkol Ilham Mudi, pada tanggal 7, 8, Januari dan 10 Februari 2020 lalu.

Seperti diketahui, ketiga Ketua KTH asal Desa Alur Cempedak, yang membuat surat pernyataan kepada Kades Sei Meran dan Lurah Bukit Jengkol terkait proyek penanaman mangrove tersebut, atas nama Irfan Solihin KTH Maju Pelawi, Hendra Putrawan KTH Sepakat Berkarya dan Aidil Azhar KTH Tunas Baru.


Dari surat yang menjadi data baru bagi e-news.id, dalam menelusuri dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat, tersebut. Awak media selanjutnya melakukan upaya konfirmasi, kepada Kades Sei Meran dan Lurah Bukit Jengkol, sebagai wujud pemenuhan kode etik jurnalistik dalam penulisan narasi sebuah berita.
Bersambung>>
[cut]
Beri Klarifikasi : Lurah Bukit Jengkol Ilham Mudi, melakukan upaya klarifikasi terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat.



Kepada Kades Sei Meran Taufik Tarigan, e-news.id melakukan upaya konfirmasi melalui jaringan telepon seluler, pada Senin 12 September 2022 sekira pukul 15:01 WIB kemarin. Dengan catatan, sebelum memulai konfirmasi via telepon, awak media terlebih dahulu mengirimkan foto surat pernyataan yang telah ditandatanganinya.

Dari konfirmasi tersebut Taufik Tarigan, mengatakan, dia tidak mengetahui persoalan mangrove yang tengah menjadi polemik tersebut. Saat itu, dia dimintai tangdatangan oleh Solihin terkait surat pernyataan itu, lalu dirinya berkoordinasi dengan Sekertaris Desa, apakah akan ada masalah dalam penandatanganan dokumen tersebut.


"Intinya yang bapak WA sama saya itu yang saya teken, dia datang dia menyampaikan, saya gak ngerti masalah mangrove saya panggil Sekdes coba kau baca itu bagaimana, lalu ditanya Sekdes, itu untuk apa, ini untuk memenuhi persyaratan aja bang, itu yang disampaikanny. Kata Sekdes itu gak masalah Des, jadi saya teken sudah," ujar Kades Sei Meran.

Lebih lanjut, e-news.id mempertanyakan soal adanya informasi soal tanggal mundur dari surat yang telah ia tandatangani, Taufik Tarigan pun menjawab, penandatanganan surat yang dimaksud tidak sesuai seperti tertulis (7, 8, Januari dan 10 Februari 2020-red), melainkan sekitar tanggal 6 atau 7 September 2022 kemarin. Dengan kata lain, bukti surat tersebut ditulis dengan waktu mundur sekitar tahun sebelum ditandatangani olehnya.


"Sebenarnya iya itukan salah, tetapikan untuk melengkapi data kata dia. Ada yang tertinggal tekenan yang belum kami tekenkan, itu yang disampaikannya," cetusnya.

Selain Kades, e-news.id juga turut mengkonfirmasi Lurah Bukit Jengkol Ilham Mudi, via sambungan telepon seluler miliknya. Konfirmasi dilakukan awak media, pada Senin 19 September 2022 sekira pukul 11:24 WIB. Pertanyaan yang dilontarkan awak media pun serupa seperti dipertanyakan kepada Kades Sei Meran, yaitu apakah benar, dirinya menandatangani surat pernyataan dari ketiga KTH tersebut.
Bersambung>>
[cut]
Perkara Korupsi : Praktisi Hukum Rahimin Sembiring SH, memberikan tanggapannya atas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat.


Jawaban dari sang lurah pun tak jauh berbeda dengan Kades Sei Meran, bahwa dirinya tidak tahu menahu persoalan penanaman mangrove, terlebih proyek yang menghabiskan uang negara hingga puluhan miliar rupiah, untuk 10 KTH di Kabupaten Langkat.

"Kalau saya tidak pernah diberitahukan adanya penanaman mangrove itu. Semalam juga saya sudah buat video klarifikasi, bulan Agustus, si Solihin datang menekenkan laporannya kan untuk penanaman ke depan. Rupanya penanaman itu sudah 2020, saya kan gak tau kebobolan juga," kata Ilham Mudi.


Dia mengatakan, penanaman yang dilakukan untuk wilayah Desa Alur Cempedak, dimana dirinya sempat melakukan survei lapangan dan mempertanyakan kepada pihak kepala lingkungan, soal penanaman yang dilakukan di daerahnya. Selain itu, Ilham Mudi juga menyatakan, telah menarik surat pernyataan yang dimaksud.

"Kita kebobolan itu pak, jadi kita sudah buat video klarifikasinya itu. Dan suratnya juga sudah kita tarik itu, saya bilang saya gak mau terikut-ikut nantinya dan saya takut disalahgunakan," ketus dia.


Di sisi lain, terkait adanya indikasi manipulasi data yang dimaksud, e-news.id, mencoba mengkonfrontasi jawaban Kades dan lurah, dengan meminta tanggapan dari praktisi hukum. Rahimin Sembiring SH, praktis hukum asal Kabupaten Langkat, mengatakan, kedua pejabat publik tersebut, dapat dikategorikan atau terindikasi turut membantu, dalam dugaan perbuatan melawan hukum berupa pidana korupsi.

"Pasal 3 UU Tipikor, menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar. Jadi, kalau nantinya terbukti KTH melakukan korupsi, bukan tidak mungkin si Kades dan lurah itu ikut terjerat dalam perkara yang sama," ujar Rahimin Sembiring SH.
Bersambung>>
[cut]
Upaya Konfirmasi : Awak media e-news.id, melakukan upaya konfirmasi kepada PPK BPDASHL Wampu Sei Horas Siahaan SP, terkait dugaan tindak pidana korupsi, dalam pengerjaan proyek penanaman mangrove di Langkat.


Pada pemberitaan sebelumnya, e-news.id telah melakukan penelusuran atas informasi soal dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek penanaman mangrove di Kabupaten Langkat. Dimana, berdasarkan konfirmasi dari pihak BRGM atas nama Aditia, berbunyi, kegiatan tersebut sudah dilaporkan ke pihak BPDASHL Wampu Sei Ular.

"1. Saya mungkin bisa jawab, betul pak ada pekerjaan di 3 KTH yang dimaksud, yang kesemua kegiatannya sudah dilaporkan ke BPDAS Wampu Sei Ular Pak. 
2. Saya tidak berwenang untuk menjawab hal tersebut Pak," balasnya melalui aplikasi pesan Whatsapp.


Sementara dari hasil konfirmasi PPK pada BPDASHL Wampu Sei Ular Horas SiahaanSP, dia mengatakan, pihaknya hanya melakukan pengajuan kegiatan dan verifikasi pekerjaan guna pembayaran dana yang dikucurkan langsung dari BRGM ke rekening KTH dan anggota kelompok.

"Itu uangnya langsung ke rekening KTH dan anggota yang terdaftar untuk Hari Orang Kerja (HOK). Saya tidak ada berkaitan dengan uang, kami ini hanya memfasilitasi saja, karena uangnya dari BRGM di Jakarta sana ke KTH langsung," ujarnya.


Di sisi lain, salah satu ketua KTH bernama Solihin, ketika dikonfirmasi lanjutan oleh e-news.id, berujar bahwa pihaknya telah melaksanakan kegiatan sebagaimana mestinya dan malah mempertanyakan keakuratan informasi yang dipaparkan narasumber kepada awak media.

"Itu data dari mana, dari siapa datanya tidak benar itu. Kalau dibilang harga bibit sekitar 800-1.200 rupiah itu gak ada. Kalau di kontrak memang benar harganya 2.200 rupiah, memang segitu harganya," ketus Solihin. (RFS).
Komentar Anda

Terkini